MENATA KEMBALI KEBERADAAN MENWA DAN ALUMNI MENWA
Oleh; Dr. Ir. Parlaungan Adil Rangkuti MSi (PAR)
Ketua UMUM IARMI (1990-1994)
Menyongsong Musyawarah Nasional Ikatan Alumni Resimen Mahasiswa (MUNAS- IARMI) tahun 2024, saya selaku Alumni Resimen Mahasiswa Mahawarman, menyampaikan pendapat sebagai sumbangan pemikiran bagi teman-teman keluarga besar Alumni MENWA. Dengan harapan MENWA dan ALUMNInya kembali eksis
dengan menelusuri sejarah dan kiprahnya di masa lalu serta melihat masa depan dengan penuh optimis. Penelusuran masa lalu ini penting sebagai bahan pelajaran untuk dijadikan masukan bagi MUNAS-IARMI, agar kembali berkiprah sebagai kader bela negara dan melakukan kegiatan aksi bela negara di lingkungannya dan di lingkungan publik sesuai dengan profesi dan kemampuan masing-masing dalam rangka ikut serta upaya bela negara. Peran Pelajar dan Mahasiswa Dalam Perjuangan Kemerdekaan Sesungguhnya seluruh komponen bangsa meliputi politisi, rakyat bersenjata, kaum perempuan, sastrawan, pelajar, mahasiswa, petani dan buruh ikut serta melawan penjajah yang menguasai Indonesia. Kaum terpelajar dari siswa dan mahasiswa ikut berjuang melalui perang diplomasi dan perang fisik langsung melawan penjajah. Peran mahasiswa telah tampil sejak lahirnya Kebangkitan Nasional tahun 1908 melalui gerakan Budi Oetomo yang digagas oleh mahasiswa kedokteran yakni School tot
Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA). Perjuangan mahasiswa Indonesia terus berkembang untuk merebut kemerdekaan Indonesia dengan terbentuknya Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) tahun 1926 oleh para mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta dan Sekolah Tinggi Teknik di Bandung.
PPPI menghimpun seluruh elemen gerakan mahasiswa yang bersifat kebangsaan, dan telah menjadi motor lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928. Pada masa Revolusi Nasional sekitar tahun 1945 sampai tahun 1949, mahasiswa tampil ikut berjuang melalui Corp Mahasiswa (CM), bersama-sama dengan satuan pelajar seperti; Tentara Pelajar/Tentara Republik Indonesia Pelajar (TP/TRIP) dan Tentara Genie Pelajar (TGP). Untuk menyatukan kekuatan pelajar dan mahasiswa, Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP) RI, Jenderal T.B. Simatupang, membentuk
Brigade XVII pada tahun 1946 yang terdiri atas kesatuan TP, TRIP, TGP dan CM dengan para tokoh pimpinannya seperti Mas Isman, Prof. DR. Mahar Mardjono, Chaerul Saleh, Koento Wijoyo, Prof. DR. Erie Sadewo, Prof. Dr. Satrio, Prof. Dr. Sri Soemantri Martosuwignyo, SH., Lafran Pane, Sutan Takdir Alisyahbana, Prof. DR. Daoed Joesoef, Prof. DR. Ir. Rooseno, dan masih banyak yang lainnya. Lahirnya Resimen Mahasiswa (MENWA)
Pasca Pemilihan Umum (PEMILU) tahun 1955, situasi keamanan makin tidak menentu ditambah dengan pemberontakan di daerah-daerah yang mengancam keutuhan Republik Indonesia, Soekarno mengeluarkan UU No. 74 Tahun 1957 tentang Negara Dalam Keadaan Bahaya dan UU No. 79 Tahun 1957 tentang Keadaan Darurat Perang atas seluruh wilayah Republik Indonesia. Keadaan ini mendorong Panglima Divisi
Siliwangi R.A. Kosasih membentuk MENWA sebagai pendukung Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk menghadapi pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) Kartosuwiryo di wilayah Jawa Barat. Untuk pertama kali MENWA tampil defile di depan publik saat menyambut kedatangan Presiden Soekarno di Lapangan Udara (LANUD) Husein Sastranegara, Bandung pada tahun 1959.
Terbentuknya MENWA ini sejalan dengan UU No. 29 Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara, yaitu penyertaan warga negara dalam bela negara maka dilakukanlah Wajib Latih di kalangan mahasiswa (WALAWA). Panglima Devisi Siliwangi R.A. Kosasih, meresmikan WALAWA di Bandung pada tanggal 13 Juni 1959 sebanyak 960 mahasiswa yang dihadiri Menteri Koordinator (MENKO) Pertahahan Keamanan/Kepala
Staf Angkatan Darat (MENKO HAMKAM/KASAD) Jendral A. H. Nasution, yang kemudian dikenal dengan WALA 59.
Kemudian PANGDAM VI /Siliwangi mengeluarkan Keputusan Penguasa Perang Daerah No. Kpts 04/7/1/PPD/62 pada 10 Januari 1962 tentang Pembentukan Resimen Serbaguna Mahasiswa/i dan kegiatan ini mendorong Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) mengeluarkan instruksi pembentukan Korps Sukarelawan di lingkungan Perguruan Tinggi untuk mobilisasi mendukung program Tri Komando Rakyat (TRIKORA) merebut Irian Barat (Papua).
Kondisi ini mendorong KASAB-RI, Jenderal A.H. Nasution membentuk Wajib Latih
Mahasiswa (WALA) di seluruh Indonesia pada setiap Perguruan Tinggi di wilayah
masing-masing.
Untuk menguatkan kebijakan tentang keberadaan MENWA di Perguruan Tinggi, keluar
Surat Keputusan Bersama (SKB) WAMPA HANKAM dan Menteri Perguruan Tinggi Ilmu Pengetahuan (PTIP) tahun 1963, yaitu No. M/A/19/63 tentang Penyatuan Mata
Pelajaran Pertahanan Negara Sebagai Bagian dari Kurikulum Perguruan Tinggi, kemudian SKB No. M/A/20/63 tentang Pelaksanaan Wajib Latih dan Pembentukan MENWA di Lingkungan Perguruan Tinggi, dan SKB No. M/A/21/63 tentang
Pelaksanaan Pendidikan dan Dinas Pertama dalam Wajib Militer.
Kegiatan wajib latih ini ditegaskan dalam Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960, dan sebagai tindak lanjutnya secara administratif keberadaan MENWA berada di bawah Kepala/Rektor Perguruan Tinggi dan pelatihan dilakukan oleh Angkatan Bersenjata. Seiring dengan instruksi MENKO HAMKAM/KASAD) Jendral A. H. Nasution, No. AB/34046/1964 tanggal 21 April 1964 mulai dilakukan pembentukan MENWA di tiap KODAM.
Jendral A. H. Nasution, mengesahkan Duaja Resimen Mahawarman yang terdiri dari lambang Siliwangi (Maung) dan garuda Mahawarman (Ekek) tanggal 21 juni1964.
Sebagai Komandan Pertama Resimen Mahawarman dilantik Kapten Oyik Suroto pada tanggal 13 Juni 1964. Keberadaan MENWA berkembang di berbagai Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia dengan nama resimen masing-masing, dengan semboyan bersama yakni Widya Castrena Dharma Sidha, dan Kode Etik yang ternuat dalam
Panca Dharma Satya. Resimen Mahasiswa Era Orde Baru. Memasuki era Orde Baru, karena keberadaan MENWA dianggap penting untuk fungsi
pertahanan negara maka dibentuk Pilot Projek Wajib Latih Mahasiswa (WALAWA) sebagai intrakurikuler tahun 1967 di empat Perguruan Tinggi yaitu Universitas Indonesia, Universitas Pajajaran, Universitas Airlangga dan Institut Teknologi Bandung di bawah komando dan wewenang Rektor.
Namun atas berbagai pertimbangan, program WALAWA dihentikan pada tahun 1974. Pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama tiga Menteri yakni MENHANKAM, MENDIKBUD dan MENDAGRI No. KEP/39/XI/1975, No. 0246a/U/1975 dan No. 247 TAHUN 1975 Tanggal 11 November 1975 tentang pembinaan organisasi MENWA dalam rangka mengikutsertakan rakyat dalam pembelaan negara.
Keberadaan MENWA masa Orde Baru terus tumbuh dan berkembang dalam pembinaan tiga Menteri yakni MENHANKAM, MENDIKBUD dan MENDAGRI. MENWA mendapat tugas negara sebagai dinamisator dan stabilisator Perguruan Tinggi di kampus, dan ikut serta dalam kegiatan militer seperti kegiatan di Timor Timur.
Anggota MENWA Mahawarman sebanyak 80 orang merupakan tim pertama yang dilibatkan di Timor Timur yang bertugas sebagai tenaga penyuluh di tiap-tiap desa sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing.
Bahkan anggota MENWA diikutkan dalam pasukan Garuda VIII yang bertugas sebagai Pasukan Darurat PBB UNEF pada 5 November 1978. Resimen Mahasiswa Era Reformasi
Di awal Reformasi Agustus 1998 kelompok mahasiswa Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ) menuntut pemerintah menghapuskan MENWA karena dianggap sebagai produk Orde Baru. Gerakan mahasiswa yang tidak setuju dengan keberadaan MENWA melakukan Gerakan Antimiliterisme (GERAM), dan meminta agar SKB tiga menteri tentang keberadaan MENWA se-Indonesia dibubarkan dan SKBnya agar dicabut. Pada Mei 2002 melalui referendum mahasiswa IAIN Walisongo Semarang memutuskan menolak keberadaan Menwa di kampus tersebut dan meminta pemerintah membubarkan Menwa.
Hal itu ternyata merembet ke kampus lain di Indonesia yang juga menolak keberadaan Menwa, bahkan konflik dan bentrokan antara MENWA dan non-MENWA saat itu makin meluas. Pembahasan tentang keberadaan MENWA dilakukan oleh MENHAN, Menteri Pendidikan Nasional (MENDIKNAS) dan MENDAGRI di kantor MENHAN, pada tanggal 24 Mei 2000, dan memutuskan untuk mengakhiri keberadaan Resimen Mahasiswa.
Namun keberadaan MENWA tidak berakhir, MENWA di daerah masing-masing tidak mau bubar karena menyangkut hak dan kewajiban setiap warga negara ikut serta
dalam upaya pembelaan negara sebagai amanat konstitusi. Anggota MENWA terus berlatih dengan kemampuan sendiri, ditopang dengan semangat bela negara yang tidak pernah luntur. Keberadaan organisasi Alumni MENWA juga terus berupaya agar tetap eksis sebagai wadah pembelaan negara.
Selama era Reformasi sejak tahun 1998, keberadaan MENWA seperti pasukan yang kehilangan komandan, dan juga ALUMNI MENWA seperti kehilangan arah yang menyebabkan keberadaannya mengalami kemunduran.
Kini perlu kembali potensi MENWA dan ALUMNI MENWA untuk konsolidasi agar tampil sebagai kader bela negara yang ikut serta menjaga, melindungi, membangun dan menjamin NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dalam rangka bela negara.
Momentum MUNAS IARMI
Belajar dari masal lalu, momentum MUNAS IARMI tanun 2024 ini sangat strategis untuk merumuskan konsep menata ulang keberadaan MENWA dan organisasi ALUMNI MENWA untuk kembali berkiprah dalam rangka bela negara. Keberadaan MENWA
saatnya dikembalikan sebagai Resimen Pendidikan “kader bela negara” di kampus dan fokus untuk menyiapkan calon-calon pemimpin masa depan. Keberadaan ALUMNI MENWA saatnya melakukan konsolidasi sebagai “wadah pengabdian bela negara” dan fokus untuk berbuat yang terbaik sebagai aksi bela negara ikut serta memperkokoh Ketahanan Nasional menuju terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia yakni; Indonesia
yang berdaulat, sejahtera, cerdas dan damai”.
Semoga bermanfaat.
Bogor, 7 Agustus 2024.
PA Rangkuti
Martika Edison siliwanginews.net