SEKILAS PENGALAMAN DI RESIMEN MAHAWARMAN

Oleh;

Dr. Ir. Parlaungan Adil Rangkuti M.Si

 

Saya yang berasal dari desa kecil Batugodang di daerah Mandailing, Sumatera Utara sebagai salah satu
markas dari tentara PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) di masa lalu dengan membangun benteng pertahanan di perbukitan. Saat itu saya masih siswa Sekolah Dasar, dan sering
melihat tentara PRRI berlatih perang-perangan dengan senjata modern seperti bazooka, bren, dan lain- lain. Ketika tentara APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) dari pasukan Siliwangi memasuki Sumatera Utara dan saat tiba desa Batugodang, pasukan PRRI lebih dahulu masuk hutan sehingga
perang tidak terjadi. Nama pasukan Siliwangi menjadi harum di masyarakat Mandailing karena pendekatannya ke masyarakat yang humanis. Ketika saya diterima masuk di Fakultas Teknologi dan Mekanisasi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (FATEMETA-IPB), awal tahun 1967, saya mengikuti Masa Pramahasiswa (MAPRAM) selama dua
minggu dengan segala kegiatannya yang cukup mencekam penuh drama oleh senior yang dipanggil sebagai rakawira/rakawati. Saat itu tampillah beberapa anggota Resimen Mahawarman yang membuat
saya panasaran, karena penampilan dan sikapnya yang tegas dan disiplin. Seragam anggota Mahawarman ini dilengkapi dengan baret biru dengan badge Siliwangi dan Garuda (Ekek) dan juga memiliki jaket loreng.

Beberapa anggota diantaranya memiliki tanda kualifikasi khusus seperti penembak tepat, wing terjun dan sebagainya yang menambah perhatian saya. Pengalaman ini mendorong saya untuk masuk anggota Resimen Mahawarnan pada tahun 1968. Setelah
mengikuti pendidikan latihan dasar (DIKLATSAR) di sekitar kampus IPB, kami wajib mengikuti MO (Medan Operasi) di daerah latihan Siliwangi di Paragajen Cisarua Bogor (kini menjadi Taman Safari), dan mengikuti latihan Junggle Survival di Gunung Pangrango untuk mendapatkan baret.

 

Latihan ini sungguh berat dan keras untuk ukuran saya yang belum pernah mengikuti latihan kemiliteran. Namun semua kegiatan ini saya ikuti dengan tekun, dan saya mendapatkan beberapa sikap yang sebelumnya tidak saya miliki seperti: disiplin, tegas, berani dan percaya diri.

Untuk pertama kali saya ditunjuk oleh Komandan Batalyon VII/Suryakenvana (Yon VII/SK) Mahawarman sdr Irawadi Djamaran, sebagai Komandan Kompi Markas (DAKIMA) yang bertanggung jawab terhadap Pos Komando (POSKO) Mahawarman. Sayapun tinggal di POSKO bersama sdr Soekarno, Rahman Majid dan sdr Armin Azis. Saat itu gudang Posko Mahawarman ini banyak senjata dan peluru aktif untuk kegiatan Pendidikan dan Latihan. Kepercayaan ini saya laksanakan dengan penuh rasa tanggungjawab.

Pada tahun 1971, saya dipercaya menjabat sebagai Komandan Batalyon VII/SK Mahawarman meliputi anggota yang berada di wilayah Komando Resort Militer 061/SK (KOREM 061/SK) termasuk Sukabumi dan Cianjur. Bertindak sebagai Wakil Komandan (WADAN) YON VII/SK adalah sdr Muchtar, salah satu
anggota senior Mahawarman.

Selama menjabat sebagai DAN YON VII/SK, aktif mengikuti kegiatan kampus dan mendapat pembinaan dari KOREM 061/SK Siliwangi terutama dalam kegiatan DIKLATSAR. Konsolidasi internal Yon VII/SK Mahawarman dilakukan ke Sukabumi dan Cianjur yang sudah lama tidak aktif. DIKLATSAR dilakukan setiap tahun dengan kegiatan MO di Paragajen dan Junggle Survival yang berbeda-beda tempat yakni di
Gunung Pangrango, Gunung Salak dan Pantai Pelabuhan Ratu. Pasukan tetap ada dalam jumlah yang lumayan banyak, dan dapat hadir setiap acara di kampus maupun di luar kampus sedikitnya satu peleton. Atas berbagai pertimbangan, Komandan KOREM 061/SK, mengeluarkan Surat Keputusan No.Kep. 12- 2/5/1971 tanggal 18 Mei 1971, tentang pemberian hak pake simbol Badak Putih bagi segenap anggota YONVII/SK Mahawarman, yang resmi disematkan langsung kepada DANYON VII/SK oleh Komandan KOREM bapak Kol. Jalil Hanafiah di lapangan Sempur, Bogor. Kami juga mengadakan kerjasama dengan Pusat Pendidikan dan Latihan Brigade Mobil (BRIMOB) Kepolisian di Mega Mendung Cisarua Bogor untuk mendapatkan brivet menembak tepat. Kerjasama dikembangkan dengan Batalyon 32 Para BRIMOB Sukasari Bogor untuk mendapatkan wing terjun dan kerjasama dengan pusat pendidikan intelijen yang ada di Bogor untuk mendapat pendidikan dasar. Beberapa anggota Mahawarman berhasil mendapatkan brivet penembak tepat, dan mendapatkan wing terjun payung. Salah satu prestasi Yon VII/SK Mahawarman adalah juara kedua lomba terjun payung statik antar perguruan tinggi yang dilakukan oleh TNI Angkatan Udara di Halim Perdana Kusuma tahun
1972.

Atas prestasi ini, rektor IPB memberi bantuan biaya bagi kami untuk pendidikan lanjutan terjun
payung bebas atau free fall. Tiga orang diantaranya berhasil yakni Parlaungan A Rangkuti, Yahya Hanafie dan Tazirman Matusa. Sesungguhnya kegiatan terjun payung ini mengesankan, dan bagi kami
ada kesan khusus ketika wing day di lapangan parkir timur Senayan Jakarta, saat Jenderal Hoegeng Imam Santoso. menyematkan wing free fall kepada peserta. Alhamdulillah seluruh peserta wing day landing dengan selamat. Saat yang menyedihkan ketika terjadi salah seorang peserta DIKLATSAR YON VII/SK yakni sdr Sugeng meninggal saat terkena arus di kali Ciliwung tahun 1971. Seingat saya di hari Sabtu pagi waktu itu salah
seorang pelatih membawa pasukan DIKSAR ke arah kali Ciliwung setelah mengikuti latihan ringan di
sekitar MAKO Mahawarman Komplek Fapet IPB. Sekitar jam 09.00 ada laporan terjadi kecelakaan beberapa orang peserta terkena pusaran arus di Kali Ciliwung tidak jauh dari Jembatan Satu Duit. Laporan terakhir sekitar satu jam setelah peristiwa terjadi, ada satu peserta yang belum ditemukan
bernama Sugeng. Segera kita upayakan mengirim pertolongan, dan ketika saya tiba dilokasi saya lihat jenazah Sugeng sudah diangkut menyebrang ke arah Jl. Akhmad Yani untuk selanjutnya dibawa ke kampus IPB. Jenazah alm Sugeng disemayamkan di aula Gn Gede, komplek Fapet IPB. Tidak lama berselang, hadir
Prof. Oetit Koswara mewakili Rektor IPB untuk menyampaikan belasungkawa, dan menyerahkan jenazah
kepada saya selaku DanYon VII/SK Mahawarman untuk selanjutnya membawa jenazah kekampung
halamannya di Pati Jawa Tengah. Rombongan yang terdiri dari sejumlah anggota Mahawarman, dan didampingi oleh dua orang TNI dari KOREM 61/SK berangkat dengan satu Ambulans dan satu bus bantuan dari KOREM 61/SK menuju Pati. Rombongan diterima oleh keluarga dan masyarakat sekitar
dalam suasana yang sangat mengharukan. Kami tidak bisa berbicara banyak, terbawa oleh suasana
sedih. Saya menyampaikan laporan kronologis kejadian apa adanya. Saat saya menjabat DANYON VII/SK Mahawarman, terjadi dua kali pergantian WADAN YON yakni sdr
Mochtar diganti oleh sdr Memed Hasan, kemudian diganti lagi oleh sdr Hari Agus. Seiring dengan waktu, saya diganti oleh sdr Hari Agus pada tahun 1974, disaksikan oleh sdr Pontas Hutagalung selaku Kepala Staf Resimen Mahawarman bertempat di Aula Suryakencana, Bogor. Setelah menjadi alumni Mahawarman, kami tidak berhenti melakukan kegiatan di Bogor. Kami membentuk wadah Alumni Yon
VII/SK Mahawarman di Bogor, dan setiap anggota yang lulus diterima dalam acara khusus di Aula Suryakencana. Wadah ini melakukan kegiatan berupa diskusi, seminar dan kegiatan lapangan di
beberapa desa seperti Desa Margajaya, Dramaga dan Desa Malasari. Salah satu kegiatan yang bersifat nasional adalah mengadakan seminar Strategi Ketahanan Nasional dengan pembicara Gubernur
Lembaga Pertahanan Nasional (LEMHANNAS) Letjen Sayidiman, bertempat di Gedung Wanita Bogor. Melalui Musyawarah Nasional (MUNAS) pertama tahun 1980 terbentuk Ikatan Alumni Resimen Mahasiswa (ALUMNI MENWA) secara nasional. Saya diangkat menjadi ketua Dewan Pengurus ALUMNI
MENWA Jawa Barat menggantikan sdr Bambang Wahyudi tahun 1989. Dalam MUNAS ketiga ALUMNI MENWA tahun 1980 di Eveer Green Cisarua Bogor, saya dipercaya menjadi Ketua Umum ketiga
ALUMNI MENWA. Sesuai dengan pemahaman saya tentang keberadaan Resimen Mahsiswa sebagai
Resimen Pendidikan, dan ALUMNI MENWA sebagai kader pemimpin masa depan, maka program pertama yang kami laksanakan adalah Kursus Khusus Kepemimpinan (SUSPIM). SUSPIM berhasil dilaksanakan sebanyak 13 kali di berbagai daerah dengan paket masing-masing peserta 100 orang. Artinya berhasil sekitar 1.300 orang yang ikut serta. Kegiatan pengabdian lainnya adalah melakukan seminar, diskusi tentang bela negara dan salah satu aksi bela negara di arahkan kepada partisipasi ALUMNI MENWA dalam pembangunan pedesaan di daerah masing-masing. Pada kesempatan ini, saya sampaikan terima kasih kepada semua teman-teman yang ikut aktif masa itu, dan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut mendorong semua kagiatan yang telah berlangsung dengan lancar. Beberapa teman yang aktif sebagai staf Batalyon VII/SK saat itu antara lain, sdr. Sukarni Abukesah, Soekarno, Djiteng Rujito, Yahya Hanafie, Tazirman Matusa, Edi Sumariyanto, Sonya, Rahman Majid, Affandi, Tata Erawata, Rauf Sulaeman, Luhut Simanjuntak dan masih banyak lagi
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Yang jelas saya sudah mulai lupa nama-nama dari rekan-
rekan yang ikut aktif saat itu, maklum sudah berlalu cukup lama, dan untuk itu saya mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Semoga Resimen Mahawarman dan ALUMNI MENWA semakin konsisten dengan
semboyannya WIDYA CASTRENA DHARMA SIDDHA dan janjinya PANCA DHARMA SATYA.

Terima kasih.

 

Di salin oleh ; martika edison siliwanginews.net

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan