“KETIKA ISLAM DAN HINDU BERSAUDARA: KISAH KAMPUNG KECICANG KARANGASEM”.
Bali dikenal sebagai pulau dengan dominasi budaya dan agama Hindu. Namun, di beberapa wilayah, terdapat komunitas Muslim yang telah hidup berdampingan dengan masyarakat Hindu selama ratusan tahun. Salah satu contoh paling menarik adalah Kampung Kecicang Islam, yang terletak di Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem. Komunitas ini tidak hanya menjadi saksi sejarah migrasi umat Islam ke Bali, tetapi juga model dari kehidupan lintas iman yang damai dan produktif.
Masuknya umat Islam ke Karangasem bermula dari hubungan politik dan militer antara Kerajaan Karangasem dan Pulau Lombok pada akhir abad ke-17. Pada tahun 1692, Raja Karangasem membawa sejumlah Muslim dari suku Sasak, Lombok, untuk menjadi bagian dari pasukan kerajaan. Mereka kemudian menetap di beberapa wilayah di Karangasem, termasuk Kecicang.
Nama “Kecicang” berasal dari jenis tanaman bunga yang tumbuh subur di daerah tersebut. Penambahan kata “Islam” bertujuan untuk membedakan kampung ini dari Banjar Kecicang Bali yang mayoritas Hindu. Proses pembentukan kampung ini menunjukkan pendekatan patron-klien antara penguasa Hindu dan masyarakat Muslim dalam struktur sosial kerajaan.
Masyarakat Kampung Kecicang Islam merupakan keturunan dari komunitas Muslim Sasak dan telah mengalami proses Bali-nisasi dalam aspek sosial dan budaya. Mereka menggunakan bahasa Bali dalam komunikasi sehari-hari, dan aktif dalam kegiatan adat bersama warga Hindu.
Tradisi-tradisi Islam lokal mengalami akulturasi dengan budaya Bali. Contohnya adalah tradisi “Menekan” saat Idul Fitri, di mana masyarakat membawa makanan ke masjid, lalu makan bersama dalam tradisi “megibung”.
Hal ini menunjukkan bahwa praktik keagamaan tidak berjalan dalam isolasi, melainkan terjalin dengan norma-norma budaya lokal. Hubungan antara umat Islam dan Hindu di Karangasem dapat dikategorikan sebagai harmoni sosial berbasis kekerabatan simbolik. Istilah “Nyama Selam” (saudara Muslim) dan “Nyama Bali” (saudara Hindu) digunakan sebagai bentuk saling pengakuan dan penghormatan.
Pihak Puri Agung Karangasem secara aktif melibatkan komunitas Muslim dalam upacara-upacara adat kerajaan seperti pelebon (ngaben) dan pitra yadnya lainnya. Sebaliknya, saat umat Islam merayakan hari besar seperti Maulid Nabi, masyarakat Hindu turut membantu dalam bentuk partisipasi sosial dan logistik. Ini merupakan bentuk kohesi sosial yang langka dalam konteks pluralisme di Indonesia.
Ada suatu momen yang terjadi pertama kali di Kampung Kecicang Islam, yang terletak di Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem pada 3 tahun yang lalu tepatnya di Kampung Saren Jawa, yaitu kegiatan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) tingkat taman kanak kanak Angkatan ,ke 4 dan PPBN tingkat SD ke 2 . Yang dilaksana oleh Korps Menwa Ugracena Bali dan Korps Menwa Indonesia Provinsi Bali di dukung oleh Gugus Kebangsaan Provinsi Bali tahun 2023.
Perlu diketahui bahwa mesin kaderisasi pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN) yang didukung Gugus Kebangsaan (GK) Prov Bali bukan dilaksanakan di kota tetapi juga mengambil lokasi di desa terpencil juga memiliki keunikan. Seorang Tokoh Masyarakat Karangasem Drs Nengah Sukarta, SU ia menyampaikan merasa bangga kegiatan semacam ini bisa di laksanakan di desa desa. Tentunya untuk itu perlu adanya dukungan dari semua pihak dalam upaya menjaga keutuhan NKRI dan kencintaan kepada Nusa dan Bangsa.
Pada kesempatan itu Kasmen Korsp Menwa Mumtazah Mardliyah S.Ked yang juga berasal dari Karangasem, Kampung Saren Jawa menyerahkan Buku Paket Empat pilar kebangsaan yang dikeluarkan MPR,RI, Buku Merangkai Jejak Perjalanan Resimen Mahasiswa Ugrasena Bali dan Buku Bangsal Dalam Kenangan Revolusi Perang Kemerdekaan RI di Bali. Mumtazah yang saat ini tengah menjalani Internship sangat yakin, bahwa pelaksanaan PPBN sangat penting bagi anak-anak. Karena pengalaman bathin yang kini dialami, akan menjadi cermin dalam kehidupan masa depannya.
Dikatakan bahwa sejak masa anak-anak, harus diberikan wawasan kebangsaan, meskipun dalam bentuknya yang sederhana. Misalnya, mencintai bendera pusaka, menghayati lagu Indonesia Raya, dan pemahaman bahwa kemerdekaan bangsa ini direbut dengan berdarah-darah.
Nampak hadir Ketua Korps Menwa Indonesia Bagus Ngurah Rai, BA, SH, MBA, MM. Manajemen MPB Made Mendra, Pengurus Korps Menwa Indonesia Prov Bali AA Gde Aryana, Dan Tamara Hakim, Ketua Korps Menwa Indonesia Kabupaten Bandung Putu Krisna Gunarta, skomen dan Yon. Masing masing-masing Nanih, Alfi Cici , Wangso –
Ketua Komite : Bpk Muhammad Sari, S.Pd.I
Kepala MI Nurul Hidayah : Samsuhari,S.Pd
Kepala RA Nurul Hidayah :
Alfiyah,S.Pd
Kepala Dusun Saren Jawa : Januriyanto Efendi
Kegiatan PPBN ini juga dimeriahkan dengan Pawai Kebangsaan mengusung Simbol simbol Negara, Panji Panji Korps Menwa, pembentangan Bendera Merah Putih 100. yang diarak keliling kampung Saren Jawa. Meskipun diguyur hujan, semangat peserta tidak surut . Pawai Kebangsaan ini diikuti 35 anak TK dan 78 anak SD. Yang langsung dikomandoi Koorlap Nanih.
Krisna Andika yang saat ini sedang menempuh S2 Kajian Budaya di Universitas Udayana, menambahkan cikal bakal Kegiatan PPBN sudah dilakukan sejak tahun 2015, pertama kali dilakukan di RRI Singaraja yang dibuka oleh Danrem 163/Wirasatya ketika itu yakni Kolonel (Inf) Nyoman Cantiasa. Kini Jenderal bintang tiga tersebut menjabat sebagai Koordinator Staf Ahli Kepala Staf Angkatan Darat (Koor Sahli Kasad). Hingga kini PPBN telah mencetak sekitar 13.000 kader bela negara dari tingkat TK, SD, SMP, SMA/SMK Sederajat dan mendapat Penghargaan dari Kementerian Dalam Negeri RI (Kemendagri) khususnya Direktorat Bina Ideologi, Karakter, dan Wawasan Kebangsaan.
Humas MPB
Martika Edison siliwanginews.net