Aku hanya ingin rumah yang ramah, yang teduh, bukan lagi diisi oleh amarah dan drama,
aku ingin rumah yang mampu menampung keluh kesah bukan yang menyepelekan lelah
BANDUNG, SILIWANGINEWS.NET | Sejak dari awal bulan Agustus sampai hari ini dering selular Kang Rd. H. Gunawan Sumadikara, Ketua DPD APERSI Jabar dan Kang H. Nurul Mubin, Sekretaris DPD APERSI Jabar seakan tidak pernah berhenti berdering siang malam, dimana laporan masuk dari seluruh Ketua Koordinator Wilayah APERSI Kabupaten/Kota se-Jawa Barat melaporkan keluhan dan kekhawatiran para anggotanya terkait ketersediaan kuota KPR FLPP Bersubsidi di berbagai bank pelaksana yang dikabarkan kosong.
Padahal sebulan sebelumnya langkah antisipasi terkait ketersediaan kuota dari Pengurus DPD APERSI Jawa Barat kepada pihak terkait terutama BP. TAPERA masih menyatakan stok kuota masih aman.
Bagi DPD APERSI Jawa Barat hal ini tentu sangat berpengaruh, sebab dari 11 asosiasi developer perumahan yang ada di Jawa Barat, APERSI adalah yang terbesar dengan 1.511 jumlah anggota tercatat dan 638 developer yang menjadi anggota aktif saat ini.
Dimana patut diketahui, pada tahun 2023 saja sebanyak 33.452 unit rumah bersubsidi di Jawa Barat adalah produksi anggota APERSI atau 54% dari total 61.948 unit rumah bersubsidi yang ada di Jawa Barat adalah karya kontribusi dari anggota APERSI Jawa Barat, sehingga adanya isu kekurangan kuota KPR Bersubsidi menjadi atensi dan perhatian besar bagi DPD APERSI Jawa Barat karena terkait langsung dengan kehidupan bisnis industri perumahan anggotanya.
MASALAH KLASIK KUOTA KPR BERSUBSIDI
Terkait kuota KPR FLPP rumah bersubsidi sebetulnya merupakan masalah klasik tahunan yang terjadi dimana antara ketersediaan kuota oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian PUPR melalui BP. TAPERA dengan kebutuhan masyarakat akan rumah bersubsidi dan unit rumah yang diproduksi oleh pengembang tidak sinkron dan terjadi gap, sehingga menyebabkan serah terima rumah dari pengembang ke masyarakat menjadi terhambat dan terkendala, hal ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini terkait perbandingan kuota yang disediakan oleh pemerintah dengan realisasi demand dari masyarakat sendiri akan kebutuhan rumah bersubsidi.
Dari data diatas kemunculan permasalahan ketidaksinkronan antara supply kuota yang disediakan oleh pemerintah dan demand dari masyarakat akan rumah bersubsidi selama 3 tahun terakhir diniscayakan terjadi seperti pada tahun 2022 terjadi gap kuota vs realisasi sebesar 6.000 unit kemudian pada tahun 2023 terjadi penurunan gap tersebut dengan hanya 3.000 unit. Hal ini biasanya dapat diantisipasi dan dimaklumi oleh pengembang karena terjadi pada akhir tahun transisi anggaran tahunan yaitu dari bulan Desember ke Januari tahun berikutnya, akan tetapi saat ini pada tahun 2024 gap/kesenjangan antara ketersediaan kuota dan jumlah permintaan masyarakat justru terjadi lebih cepat dan di luar prediksi dari para pengembang sendiri yaitu di bulan Agustus sudah terjadi kekurangan kuota.
Sebenarnya dengan penetapan kuota tahun 2024 yang hanya 166.000 unit dan turun sebesar 60.000 unit dari ketetapan kuota tahun 2023 maka dipastikan kejadian kekurangan kuota ini hanya tinggal menunggu waktu saja dan faktualnya memang terjadi bahkan lebih awal dari 4 bulan dari kebiasaan habisnya kuota tahunan yang biasa terjadi pada trend transisi Desember-Januari, padahal mengacu kepada usulan BP TAPERA untuk alokasi FLPP tahun 2024 sesuai target rencana strategsi Kemenpupr penetapan kuota tahunan adalah +/- 220.000 unit mengacu kepada Perpres nomor.18 tahun 2020 akan tetapi berdasarkan IKD (Indikasi Kebutuhan Dana) dari Bendahara Umum Negara hanya ditetapkan sebesar 166.000 unit.
MULTIFLIER EFFECT HABISNYA KUOTA KPR FLPP RUMAH BERSUBSIDI
Pasal 28 H “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”[UUD’45].
Wujud nyata dari tempat tinggal yang layak adalah rumah dan secara agregat adalah perumahan yang layak bagi setiap warga negara. Perumahan sebagai wujud “hak bertempat tinggal” merupakan hak asasi setiap warga negara, maka setiap orang – tanpa terkecuali – memiliki hak untuk dapat mengakses perumahan, demikian bilamana kita parafrasekan amanat konstitusi negara kita terutama kebutuhan papan sebagai kebutuhan dasar bagi seluruh warga negara sehingga permasalahan kuota KPR FLPP rumah bersubsidi tidak hanya dilihat dari perspektif ekonomi saja akan tetapi berarti juga terputus dan terhambatnya masyarakat dari salah satu hak-hak dasarnya sebagai warga negara berupa papan/rumah.