ANEKDOT ‘DINAS LINGLUNGAN” TIMBULKAN ‘LINGKUNGAN MATI”
Bekasi, SILIWANGINEWS.NET ==== Mungkin sangking jengkel dan geramnya terhadap pencemaran lingkungan semakin massif di beberapa wilayah kabupaten/kota, terutama Jabodetabek dan Bandung Raya, tetapi tidak ada tindakan signifikan. Ketika ditanya dan diajak mengatasinya secara cepat, malah banyak argumentasi dan pencitraan.
Kasus pencemaran lingkungan kian parah melanda Kabupaten Bekasi, karena kinerja Dinas Lingkungan Hidup buruk. Bukti kinerja yang buruk, sampai Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menyegel TPA Burangkeng pada 1 Desember 2024, TPS liar di Muarabakti Babelan, sebelumnya menyegel TPS liar di Kpg Buwek Tambun Selatan Kali CBL.
Kinerja yang buruk itu harus diberi hadiah atau obat sanksi hukum perdata dan pidana yang tegas. Obat sanksi hukum agar jera, bisa refleksi atas tanggung jawab yang diberikan negara.
Kinerja buruk dibalut pencitraan itu berbahaya. Pencitraan itu bikin pusing, karena fakta-fakta pencemaran lingkungan semakin banyak, seperti kasus-kasus pembuangan sampah padat dan cair di pinggir jalan, drainase, DAS, badan sungai, banyak TPS liar, dan yang menyedihkan adanya TPA open dumping.
Semua kondisi buruk itu menciptakan suatu istilah, orang-orang dalam dinas lingkungan hidup tidak berjalan sesuai tugas pokok dan fungsinya.
Kemudian muncul istilah “dinas lingkungan”. Ketika kewenangan di atasnya melakukan Sidak dan penyegelan TPS ilegal dan TPA yang dikelola open dumping, terus terjangkiti penyakit linglung, dan linglungan.
Istilah “dinas linglungan” itu dilontarkan seorang aktivis lingkungan Bekasi sebagai bentuk guyonan diantara para aktivis. Hal ini merupakan bentuk sindiran pandir pada orang-orang dinas yang tak mampu mengatasi pencemaran lingkungan di wilayahnya. Kinerja di bawah standar.
“Lingkungan Mati”
Mengapa ada lingkungan mati? Pencemaran dan perusakan lingkungan yang dibiarkan selama bertahun-tahun akan menyebabkan lingkungan mati.
Contoh TPA Burangkeng praktis tidak punya IPAS, setiap hari leachate 100 persen masuk ke drainase dan langsung ke kali Burangkeng. Kondisi ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Berapa juta meter kubik leachate yang masuk sungai hingga laut Jawa. Leachate itu semakin banyak ketika hujan turun, apalagi ketika musim hujan. Dampaknya luar biasa besar terhadap biota air, lahan pertanian, lahan pemukiman warga. Kondisi buruk itu dibiarkan saja, tidak ada yang bertanggungjawab?! Lalu, untuk apa ada Dinas Lingkungan?!
Warga Burangkeng sudah lama terancam dari dalam dan permukaan tanah dana udara, makin menderita akibat pencemaran lingkungan yang semakin parah. Masyarakat dan peradabannya tergilas tumpukan-tumpuk sampah busuk yang bertambah amburadul dan ancaman kesehatan dari gas metana (CH4), CO2 dan gas lainnya. Gas-gas itu menyebabkan gas rumah kaca, perubahan iklim dan pemanasan global.
Burangkeng dalam ancaman iklim kotor dan berbagai penyakit. Seorang warga mengatakan, kondisi sekarang ini bukan Lingkungan Hidup lagi, tetapi warga dalam “Lingkungan Mati”.
Lanjut warga itu, mestinya, ada Dinas Lingkungan Hidup dan “Dinas Lingkungan Mati”. Kata-kata itu ditirukan beberapa aktivis yang sedang duduk menjaga posko demo. Saking jengkelnya melihat kelakukan masa bodoh Pemerintah Kabupaten Bekasi, terutama dinasnya yang abai, tak peduli terhadap kondisi lingkungan tercemar akibat TPA Burangkeng.
“Lingkungan Mati” mengindikasikan adanya kematian, kematian sejumlah pohon, kematian ikan dan makhluk lain, juga matinya sejumlah biota air di Kali Burangkeng. Matinya pencaharian petani karena sawahnya tercemar, dampaknya produktivitas panen padi terus menurun sepanjang tahun. Kemudian akan menuju matinya manusia yang ada di sekitar TPA tersebut.
“Lingkungan Mati” merupakan indikasi dan gambaran matinya hati nurani para pejabat yang membidangi lingkungan. Kepekaan, kepedulian dan empatinya terdegradasi perlahan-lahan atau membusuk dalam tumpukan sampah.
“Lingkungan Mati” merupakan ancaman serius bagi masa depan masyarakat Burangkeng. Matinya hak asasi yang paling dasar, yakni hilangnya lingkungan hidup yang baik, sehat dan berkelanjutan.
“Lingkungan Mati” berarti matinya perundang-undangan dan peraturan terkait bisa terjadi sebab dilanggar oleh Bupati, Kadis LH Kabupaten Bekasi setiap hari selama bertahun-tahun. Mereka melanggar Pasal 28H UUD 1945, UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah dan peraturan terkait.*
Amphibi 31/12/2024
Martika Edison siliwanginews.net